Hola!Buenos dias, buenas tardes, buenas noches! Kali ini aku akan membagikan sedikit pengalamanku
mengenai tes Pengamatan Fisik dan Keterampilan seperti yang telah aku janjikan.
PFK
Tes Pengamatan Fisik dan
Keterampilan, tes yang berada di urutan terakhir dari rangkaian tes Poltekim
dan Poltekip, adalah tes yang membuat perjuanganku menjadi taruni Poltekim
kandas dua kali berturut-turut. Di artikel ini, aku akan menceritakan kepada
kalian pengalamanku ini termasuk asumsi pribadi apa yang menggagalkanku.
(Rangkaian tes-tes lainnya sudah aku
jabarkan di sini).
Secara teknis sebenernya tahun
2016 dan 2017 tidak ada banyak perbedaan. Berikut kegiatan yang dilakukan:
1.
Di halaman
Sebelum tes dimulai, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dan berbaris
sesuai urutan nomor ujian. Kemudian, secara bergiliran sekitar per sepuluh
orang tiap kelompok akan diambil gambarnya dengan memegang kertas yang
bertuliskan nomor ujian, peserta yang telah difoto tersebut boleh menuju dalam
pendapa. Kertas sudah disediakan.
2.
Di dalam
pendapa
Peserta dipersilakan duduk sesuai kelompok. Ketika semua peserta sudah
berada di dalam, akan ada arahan dari panitia. Juga, akan ada pembagian
kelompok yang terdiri dari dua orang. Para taruna akan memeragakan cara memberi
hormat kepada dewan juri. Nantinya itu akan dipraktekkan sebelum dan sesudah
tes. Fokus kalian dibutuhkan ya agar
bisa cepat hapal, khususnya bagi yang merasa tinggi karena yang jadi komandan
penghormatan adalah yang paling tinggi di antara partnermu.
Menunggu waktu dipanggil memang bikin deg-degan.
Persiapkan dirimu sebaik-baiknya agar saat masa-masa menunggu ini tidak terlalu
menjadi pikiran. Karena tidak diperkenankan mengoperasikan perangkat ponsel,
pergunakan waktu kalian untuk menenangkan diri saja atau bercengkerama dengan
suara pelan dengan sebelahmu. Para taruna biasanya juga akan mengajak ngobrol
ringan.
3.
Dipanggil tes
Saat dipanggil, bukan berarti langsung berhadapan dengan juri, kok (kecuali yang dipanggil paling awal
tentu saja). Saat itu, aku masih menunggu di tangga (tes diadakan di lantai dua
pendapa Kantor BPSDM Kemenkumham)
bersama dengan beberapa orang lainnya. Kami bermain musik, bercengkerama, dan
para taruna juga mengajak ngobrol ringan dengan beberapa peserta.
4.
Tes
Bagian yang ditunggu-tunggu!
Saat aku dipanggil menuju meja juri, aku dan partnerku pun langsung bersiap untuk salam penghormatan. Aku pernah
menjadi komandan salam penghormatan, namun tahun setelahnya aku dikomandoi oleh
Irfan Maulana, partnerku. Kini dia
sudah menjadi taruna ganteng sepertinya, haha.
Hai, Irfan. Masih ingat aku tidak?
Aku bertanya padamu posisi kaki saat jalan di tempat dan aku mengajarimu bahasa
Inggris. Sejujurnya aku ingin melihat lukisanmu.
Hai partner PFK 2016 dari ITS! Tidak
sengaja ya kita bertemu lagi tahun 2017 di tempat wudhu masjid di Mako Brimob! Kalau
kamu baca, jangan lupa komen, ya! Kamu juga Irfan. Hehe.
Maaf ya, aku sisipi pesan dulu untuk teman-teman seperjuanganku :")
Oke.. sampai mana kita tadi
Sehabis salam penghormatan, biasanya juri akan memanggil kita untuk
mendekat dan dikasih pertanyaan seputar bakat yang akan kita tampilkan. Tetapi,
tidak sebatas itu saja, teman-teman. Semua pertanyaan itu terserah juri, bisa
beragam juga. Selama tes, kira-kira begini yang beliau-beliau ucapkan kepadaku:
-Kenapa pengen masuk AIM
- Seberapa pengen masuk AIM?
- Nanti di AIM bakal begini-begini lho, siap?
- Identitas: asal, dll
-Kamu kelihatannya cengeng, ya?
-Oh, berarti orang Jawa, ya? Coba kamu....
-Sudah kuliah di mana?
-Loh, kenapa mau susah-susah tes AIM kalau sudah di situ? Mending kamu
lulus aja dari situ terus daftar di Kemenkumham .....
-Bisa apa?
-Mau nampilin apa?
- Kamu kayanya kekurusan, ya.
-minta aku begini begitu tanya ini
tanya itu...
Karena aku mengatakan berbahasa
Spanyol, juri menyuruhku menceritakan sesuatu dengan bahasa itu, begitu pula
dengan bahasa Inggris. Tahun 2017 malah menyuruhku berbahasa Jawa halus.
Setelah itu, aku dan partnerku
bertukar juri karena ada dua juri sekali tes. Bersama juri satunya, aku diminta
menunjukkan kemampuan baris-berbarisku.
WHAT I DID
PFK 2016
Tingkat percaya diriku masih sangat minim dan aku tidak menunjukkan sikap
tegas dan tegap seorang calon taruni. Raut mukaku pasti terlihat sangat gugup
ditambah aku tidak yakin apakah aku harus tersenyum atau tidak, yang berakhir
dengan senyum setengah-setengah. Juri pun berkomentar “Kamu kelihatannya cengeng, ya?”
. Fisikku juga jadi perhatian juri. Aku memiliki berat 47 dan tinggi 160 saat
itu. Juri pun bilang “kamu kayanya kekurusan ya.”
Aku sangat-sangat gugup. Buktinya, saat memasuki meja juri, aku diantar
oleh seorang taruna yang sebelumnya kami juga sempat mengobrol ringan bahkan
ketawa-tawa. Di perjalanan kami ke meja juri, dia berkata sambil menunjukkan nametagnya kepadaku, “Dek, kalau
keterima ingat nama kakak ya. Nanti kalau kamu keterima jangan lupa cari kakak
dan ajari bahasa Spanyol” aku sekilas membaca namanya. Tetapi, saat aku sudah
selesai tes, di perjalanan pulang aku benar-benar lupa nama kakak tadi, bahkan
wajahnya pun aku tak ingat :”) Bisa dibayangkan betapa gugupnya aku saat itu, mengingat nama dan wajah taruna ganteng pun nggak bisa. Apalagi
saat mengikuti tes... wassalam.
Akibat dari gugup juga berdampak pada banyak hal, terutama dalam kemampuan
berbahasaku. Tahu kan kalau kita
gugup lalu kita nggak bisa
berkata-kata? Aku tidak berhasil menyampaikan yang telah aku persiapkan alias
nge-blank. Yang harusnya aku
sampaikan nyangkut di otak atau bahkan
otakku pun menolak untuk berpikir. “Heheh yasudah pakai bahasa Inggris saja” kata
juri saat aku PLEGAK PLEGUK NYERITAIN
KEGIATAN DARI PAGI SAMPE JAM 10 PAGI PAKE BAHASA SPANYOL. Pas pakai bahasa
Inggris aku yakin kedengeran banget MASIH PLEGAK PLEGUKNYA. “Loh, kamu nggak solat?” Lah si eneng malah
baru keinget belum solat subuh padahal udah mau dzuhur. “Oh iya, solat pak,
tadi lupa bilang”. Mampus saya.
Cara menjawab pertanyaan juri pun engga
banget deh. Masih karena gugup, pikiranku tidak bisa konsentrasi dan aku
pun jadi sedikit “tuli”. Otakku lebih memilih untuk memikirkan hal lain. Aku pun beberapa kali meminta juri
mengulangi pertanyaannya. “Hah.. maaf pak” “Bagaimana pak?” “Um...” Ada juga
yang terjadi setelah salam penghormatan. Meski tidak pasti dilakukan, semua
tergantung juri mau ada salam penghormatan sebelum atau sesudah tes. Sesudah
tes saat aku hendak melakukan salam penghormatan, juri bilang “tidak
usah, tidka apa-apa langsung balik saja.” “tidak usah pak? *udah sikap
siap*” “iya tidak usah, kan saya jurinya.” Ohiya juga ya.
PBB waktu itu sungguh bukan merupakan penampilan terbaikku. Di SMA, aku
adalah anggota pleton inti, latihan baris-berbaris satu tahun, dan sudah
mengikuti beberapa lomba di daerahku. Semua kemampuanku sirna begitu saja di
depan juri. Tidak ada ketegasan, aku yakin aku tidak bisa set set alias plenyak-plenyik.
Aku sempat salah, kalau tidak salah ingat, waktu itu aku bilang “BALIK
KIRIIIIII GRAAAAAK” Iya, bilang gitu
aku. Bego, kan? Saat aku bilang
“Koreksi”, juri dengan sedikit tertawa menghentikanku dan bilang, “balik
kiri itu nggak ada”. Duh malunya
aku. Sudah sudah.. peluangku keterima hanya tersisa lima persen saja. Lima persen
itu pun adalah belas kasihan dari juri yang aku harapkan.
PFK 2017
Sebenarnya, PFK kali ini aku lebih mantap karena aku lebih well-prepared secara mental. Haha. Tetapi, ada beberapa faktor yang
sangat mungkin bikin aku nggak lolos. Pertama, yang daftar pada bertalenta. Untungnya
saat pendaftaran nggak ada persyaratan: makhluk talentless dilarang daftar. Aku yang hanya memiliki bakat masak mi
rebus pake telor bisa apa. Harusnya, seleksi kaya gini malah justru untuk
manusia sepertiku. Kenapa? Biar bisa dididik jadi punya sesuatu yang bisa
dibanggakan. Orang-orang bertalenta seperti mereka lebih mudah mendapatkan yang
mereka mau karena punya bakat yang bisa dikembangin dengan cara berlatih maupun
les lagi. Y G? Hehe becanda, tapi kalo mau diseriusin juga bole. Whoop whoop.
Kedua, AKU NGGAK BISA BAHASA JAWA HALUS. “Kamu berarti orang Jawa ya?” “Iya pak” “Coba ceritakan Jogja pakai
bahasa Jawa. Misalnya kamu promosi Jogja gitu.” “Oke. Jogja inggih
menika... Jogja inggih menika propinsi ing Indonesia. Um.. pante-pante wonten
Jogja inggih menika..” (Terjemahan: Jogja yaitu.. Jogja yaitu provinsi di
Indonesia. Um.. pantai-pantai yang ada di Jogja yaitu..) Lagi-lagi aku plegak-pleguk andai kalian menyaksikan aslinya
lebih plegak-pleguk. Sampai di mana
aku bilang “emm.....” karena nggak
tahu bahasa Jawa halusnya apa lalu diberhentikan dengan sedikit tertawa oleh
jurinya. Mungkin sebenarnya beliau menyembunyikan rasa miris dengan senyuman.
Orang Jawa bilang wong Jowo ilang jawane.
Apalagi saat disuruh ganti bahasa aku bisa dengan lancar. Duh.. Positifnya, sejak saat itu aku bertekad belajar bahasa Jawa krama alus.Bukan.. bukan berarti bisa bahasa bahasa Jawa atau yang lain. Cuma, aku kan menampilkan keterampilan berbahasa asing, pasti juri penasaran dengan kemampuanku pada bahasa daerah.
PBB pun aku lebih yakin dan melakukan gerakan yang lebih bervariasi. Ya..
meski mungkin masih kurang mantep ya karena aku dengan sangat tidak pintarnya malah
tidak fokus latihan PBB lagi. Apalagi partnerku
anak Paskib, down langsung nilaiku di
depan juri. Haha. Buat catatan, aku nggak lagi balik kiri.
Sayangnya, aku melalukan kesalahan yang sama. Aku tidak menyertakan sertifikat. Ya karena tidak punya sertifikat kecuali sertifikat TOEFL. Aku
belum pernah mengambil tes kecakapan bahasa Spanyol. Sertifikatku satu-satunya
pun tidak aku sertakan padahal tahun sebelumnya juri bilang sertifikat apapun
bawa saja.
ORANG DALAM
Kebetulan, ibuku memiliki rekan yang kenal dengan “orang dalam”
Kemenkumham. Oleh rekan ibuku disampaikan keikutsertaanku pada tes itu.
Buktinya sampai aku ditanyai dua orang taruna, pada waktu yang berbeda, apakah
aku kenal dengan bapak X. Ibuku dan aku tidak pernah tahu kalau rekan ibuku itu
memiliki koneksi dengan “orang dalam” si bapak X. Selain itu, ibuku juga sudah
menolak jika dengan cara yang tidak jujur. Namun, teman ibu tetep keukeuh.Ternyata, memang alhamdulillah
aku tidak diterima. Menjadi bukti bahwa kenal “orang dalam” bukan menjadi
jaminan.
Funny Story
Ini nggak ada lucu-lucunya sih sebenernya
justru malah mendebarkan. Di postinganku tentang pengalaman tes, aku sempat
menuliskan kalau lebih baik jangan main gitar, betul? Hal ini di didasari oleh
banyaknya catar yang main gitar tahun 2016 dengan lagu yang tenar saat itu Love Yourself-nya Justin Bieber. Makanya
aku bilang main gitar itu mainstream. Daaaaaaannnnn......
TAHUN 2017 AKU NGGAK LIAT YANG MAIN GITAR KECUALI SEBIJI DUA BIJI. Sempat aku
kira saat aku dicari taruna akan dimintai keterangan soal postinganku yang ternyata ditanyai hubunganku dengan bapak X.
Catatan dariku
- Kalian harus tahu apa yang akan kalian tampilkan, know what you’re good at, dan kamu tahu apa yang kalian lakukan. Jangan
sampai H-berapa hari masih bingung bakatnya apa. Because... it won’t work...
- Jangan terlalu gugup sampai membuyarkan pikiran kalian. Aku gugup karena
selain kali pertama aku tes, aku tahu aku kurang persiapan. Persiapkan diri
kalian matang-matang agar lebih percaya diri.
- Sertifikat atau piala memang tidak mutlak, bahkan kalian bisa menunjukkan
prestasi kalian melalui foto. Tetapi, bukti penunjang seperti itu sangat
membantu menambah bonus nilai. Misal, kalian yang “hanya” bisa bermain basket
tanpa sertifikat, tentu akan kalah dengan yang sudah menang kemana-mana.
- BE CREATIVE. Misal, kalian tidak mempunyai apapun untuk ditunjukkan dan
hanyabisa bermain gitar, kalian bisa berinovasi. Misalnya, membuat lagu untuk Poltekim
yang diiringi alunan gitar bisa menjadi ide. Ini pernah dilakukan temanku dan
berhasil.
- Latihan PBB kalau perlu minta bantuan teman kalian yang bisa baris-berbaris
untuk mengecek dan mengoreksi gerakan kalian.
- Berlatih sikap tegap, melihat wajah kalian seperti jika di depan juri,
belajar cara menjawab pertanyaan juri, cara berjalan, dan mempersiapkan apa
yang akan kalian tunjukkan di depan juri akan membantu kalian lebih siap dan
percaya diri. Jangan sampai, kalian tidak bisa melakukan apa yang juri
perintahkan padahal masih seputar keterampilan kalian karena belum menguasai.
- Yang diujikan oleh masing-masing juri bisa jadi tidak sama antara satu
catar dengan lainnya. Jadi, jangan terpengaruh si A bilang apa si B bilang apa.
- Berdoa. Siapa tahu juri salah menulis nilai yang seharusnya 68 menjadi 88. Hehe. Engga.
Mungkin itu dulu. Nanti kalau ada yang mau aku ubah/tambahi akan aku edit
dengan tulisan EDITED di pojok kiri atas. Kalau tidak ada, berarti aku tidak
ada ide lagi. Yang mau bertanya dan memberi tanggapan atau gagasan apa yang
sebaiknya aku tambahkan bisa komen di bawah. Kalian bisa mengambil kesimpulan
sendiri dari ceritaku di atas. Semoga kalian semua mendapat hasil yang
memuaskan, ya. Amin.